“aaaaaaaaaaa…..”
Teriakkan
dan tangis itu..
Masih
ku ingat ekspresi yang tergores diwajahnya yang sebenarnya belum cukup tua
namun wajahnya terlihat lusuh.
Panik. Tiba-tiba
dia panik, dan memanggil seisi rumah tua itu. Benar-benar kaget, aku pun
langsung buru-buru keluar dari kamar mandi. Kejadian ini pun sampai mengundang
tetangga-tetangga sekitar rumah, datang ingin mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi. Ya, ini lah warga desa yang mempunyai jiwa sosial tinggi, perhatian
lebih.
Ternyata
wanita ini sedang menahan berat sang suami karena hampir terjatuh ketika buang
air kecil. Saat orang-orang seisi rumah sudah membantu membawa nya keruang
tengah dan menidurkan sang suami tadi, wanita itu berlarian ke dapur untuk
mencari air hangat, dia berteriak panik, air mata masih membasahi pipinya yang
letih itu. Aku memperhatikan, bingung. Ternyata yang diinginkan wanita itu
adalah teh hangat. #glek. Maafkan aku nenek, aku tidak bisa tanggap membantumu.
Sedikit demi sedikit air diminumkan ke dalam mulut suaminya.
Ya,
dia adalah istri dari kakek kandungku, istri kedua. Setelah sekian lama kakek
ditinggalkan istri pertamanya karena kasih sayang Allah yang telah memanggilnya
terlebih dahulu, mungkin sekarang nenek disana sudah merasa tenang dan bahagia
karena kakek disini dirawat oleh seorang wanita mulia yang menyayanginya tanpa
balas. Dengan tangan gemetaran nenek tetap menyuapi kakek dengan teh hangat
tadi. Karena ibuku melihat tangan nenek gemetaran, sehingga ibu cepat-cepat
mengambil sendok dan gelas itu dan meminumkannya pada kakek. Nenek pun berjalan
cepat ke ruang makan untuk mengambil nasi yang telah dihaluskan ditambah
sedikit air yang akupun tak tau mungkin itu kuah daging yang sama seperti yang
kami makan tadi. Kakek menutup mulutnya karena mungkin tidak mengerti karena ia
terlalu lemas, lapar. Anak-anak kakek pun menyuruh kakek membuka mulutnya “pak,
makan dulu”. Dan nenek pun “ayoo sayang.. aaa .. ayo makan dulu”, kakek pun
mulai menelannya sedikit sedikit. Matanya masih terpejam, dan masih menggerutu
entah apa yang dikatakannya. Anak-anak kakek pun masih disampingnya,
memijitinya, dan ada yang berbisik, “nyebut pak, nyebut, Allahuakbar,
Allahuakbar”, kakek tetap menggerutu, lalu anak yang lain juga mengatakan lagi
“nyebut pak, Istighfar, Astaghfirullahal’adzim” sambil tetap disuapi, anak-anak
masih memijitnya, mengoleskannya dengan minyak di kaki perut dan dadanya,
menjaga agar dingin ditubuh kakek cepat menghangat. Ternyata baju kakek basah,
dengan ditemani tangisan itu nenek mengatakan, “tadi aku lupa, kakek belum
makan dari pagi, dan waktu aku lihat badannya mereng dari kasur kena susu
semua, dan nggak bilang-bilang kalo mau buang air”, dengan terbata-bata nenek
menjelaskan, masih terlihat sedih dengan apa yang baru saja dialami kakek. Dia
sangat merasa bersalah. Tangisan terus menetes membasahi pipi tua nya itu.
Kemudian anak-anaknya pun melepas baju kakek, menggantinya dengan yang baru,
membiarkan kakek duduk dalam pangkuan nenek. Kemudian salah satu anaknya
memijati pundaknya, “bapak tidur terus, seharusnya sering di pijetin pundaknya,
kasian kaku kayak gini”.
Salah satu warga pun ada yang
menyarankan kakek untuk diinfus, dan memanggil bidan terdekat, bidanpun
langsung dihubungi oleh tetangga yang lain. Dan bidan itu bisa datang sekitar
pukul 12.00. Anak-anak kakek masih berkumpul diruang tempat kakek tidur, tetap
menemani kakek.
Selang beberapa jam, rombongan
keluarga datang lagi, untuk menyambut keluarga yang katanya mau datang dari
jogja. Ketika bidan datang dan memeriksa kakek, beliau menyarakan untuk membawa
kakek ke RSU saja. Dan tanpa lama-lama, semua bersiap dan berangkat menuju RSU.
Aku, ibu dan kakakku tetap berada dirumah untuk menjaga rumah dan menyambut
kedatangan keluarga dari jogja.
Syukurlah, katanya kakek sudah lebih
sehat sekarang :’)
Tentang nenek tadi, aku ingin
menceritakannya lagi, sebelum kakek lemah tak berdaya seperti ini, dulu sering
ku dengar setiap saat nenek dipanggil “khooott..khoott.. sinii”. Itulah nama
nenek, yang aku pun lupa atau malah tak tau siapa nama lengkapnya. Yang ku tau,
kakek memanggil nenek dengan panggilan itu. Kemudian, buru-buru nenek mendekati
kakek dan melakukan apa yang diinginkan kakek, seperti memijitinya,
mengantarkannya ke kamar mandi, atau yang lainnya. Karena memang kakek sudah
tua dan butuh perawatan lebih. Nenek pun melayani dengan senyum senang, dengan
tetap panggilan sayang itu yang mungkin ditelinga ku merasa ganjal karena
memang tidak biasa mendengar kata-kata itu, namun aku senang mendengarnya,
seperti drama tapi ini dimainkan oleh kakek-kakek dan nenek-nenek. Dan setelah
daya tahan tubuh kakek semakin melemah, rasa sayang nenekpun tak hilang, bahkan
tambah perhatiannya. Dan taukah, umur nenek itu ternyata satu tahun lebih muda dibanding
ibuku. Namun pengabdian dan perngorbanannya sungguh luar biasa, dulu aku sempat
menanyakan pada ibu kenapa nenek mau menikahi kakek padahal perbedaan usianya
sangat jauh, kata ibu, mungkin nenek mau belajar agama lebih pada kakek, ya
karena kakek dulu adalah seorang kyai yang mempunyai sangat banyak murid.
Wahh.. dari situ saja aku sudah bangga pada nenek, seorang yang masih berusia
muda, karena haus pada ilmu dia tidak minta yang muluk-muluk, cukup suami
sholeh yang menjadi pendampingnya. Walaupun ku juga sempat berfikir, berarti
nenek harus mengorbankan untuk tidak melahirkan seorang anak, tapi pengabdian
dan baktinya pada sang suami mungkin telah membuat hatinya selalu merasa tenang
dan nyaman dengan kondisi ini. Dan sekarang aku semakin menyadari dan mengerti
betapa sayangnya nenek pada kakek. Oh iya, ingat juga dulu cucu nenek sempat
menjulukinya nenek palsu dan dulu juga anak-anaknya tidak terlalu senang
mempunyai ibu baru, mungkin karena pendidikan nenek yang bisa dikatakan
pas-pasan sehingga terlihat polos. Ya, memang bisa dirasakan bagaimana harus
menerima seorang ibu baru. Namun, nenek tetaplah nenek yang luar biasa. Sabar
menghadapi keadaan ini, hingga akhirnya anggota keluarga telah menerimanya.
Terimakasih nenek,
atas jasa-jasamu :’)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar