Selasa, 27 Agustus 2013

Apa Sih Istimewanya Pendidikan Teknik Informatika?



Cerita dulu deh sedikit tentang perjalanan ku berdiri diatas tanah pendidikan, ya tepatnya Pendidikan Teknik Informatika. Teringat ketika SD dulu, duh setiap ditanya “apa cita-citamu?”… Doookteeerr… berteriak kencang-kencang berebut dengan teman-teman yang lain, atau sebatas menulis diatas kertas ketika ada pertanyaan tentang cita-cita, ya dijawab dokter. Mungkin sampai SMP juga masih menjawab dokter, sampai pada akhirnya, aku menyadari ketakutanku dengan darah, atau karena angkat tangan mencium bau obat-obatan dan bau rumah sakit, itu mengikiskan niatku untuk menjadi seorang dokter. Berubahlah cita-citaku, apa ya. Sempat kekosongan cita-cita, bahkan sampai sekarang masih bingung dengan itu. Hingga ketika aku masuk SMA, sebuah dilema luar biasa, aku tidak ingin menjadi guru, tapi apalagi selain itu yang aku bisa, pemikiran putus asa menyelimutiku. Tetapi, akhirnya ku putuskan untuk tetap menjadi guru, karena setelah direnungkan, guru adalah pekerjaan yang sangat mulia, pekerjaan yang mengantarkan kita pada pahala amal yang akan terus mengalir sampai kita tiada lagi didunia ini. Aku ambil jurusan Pendidikan Kimia di UNY dan UIN lewat jalur undangan. Selang beberapa waktu, keluarlah pengumuman tentang diterima atau tidaknya kita dijalur undangan itu. Dengan doa yang terus kuucap sambil login di web. Deg…Deg… tidak lolos.. ini bukan jodohku. Tapi masih ada kesempatan lagi, dijalur tulis. Karena aku telah gagal dijalur undangan mengambil jurusan pendidikan kimia, sehingga orangtua menyarankanku untuk menempatkan jurusan pendidikan teknik informatika UNY dipilihan pertama dan pendidikan kimia UIN dipilihan kedua. Dan tanpa berpikir panjang atau memang saat itu memang itulah final keputusanku akhirnya aku isikan itu pada pendaftaran di SNMPTN tulis dan diterima di Pendidikan Teknik Informatika UNY. Dua semester adaptasi ternyata masih belum cukup, masih seringkali pikiran-pikiran ganjal menghantuiku. Ku coba kuatkan namun melemah lagi, kuat lagi melemah lagi. Dan aku masih terus berusaha.
          Lanjut cerita tentang cita-cita tadi. Tanggal 22 Agustus 2013, aku menjadi panitia dalam ospek jurusan Pendidikan Teknik Elektronika UNY, disana aku diamanahkan untuk mengisi materi di Laboratorium Elektronika Dasar, nah terus ada seorang mahasiswa baru yang iseng bertanya “mbak, apa cita-cita mbak?” aku terdiam sejenak, kemudian menjawab “wahh… ya rahasia dong”. Suasana pun kembali aktif dengan pertanyaan mahasiswa-mahasiswa lain yang menanyakan tentang hal-hal yang ada di Lab itu. Kukira sudah berakhir pertanyaan mahasiswa tadi tentang cita-cita, ternyata ketika berjalan kepintu keluar setelah materi berakhir, dia bertanya lagi, “mbak, itu tadi cita-citanya rahasia apa masih bingung tuh? dipikirin bener-bener ya mbak cita-citanya apa” dengan wajah meledek dan tetap berjalan keluar pintu, aku pun terdiam, tersenyum, tetapi kemudian menjawab “yaaaa... Menjadi seorang pendidik”. Duh, langsung aku kepikiran dengan omongan anak tadi, benar-benar harus ku fikirkan dari sekarang apa cita-citaku ini. Aku malah sempat berpikir lagi, mungkin kalo dulu aku jadi masuk jurusan pendidikan kimia, aku bisa menjawab dengan lantang, kalau aku akan menjadi guru kimia. Dan sekarang? Lagi-lagi pemikiran tanpa syukur itu muncul ditengah-tengah keresahanku.
          Teringat kalimat yang terucap oleh salah seorang sahabatku, “bintang, sebenernya apa sih maunya. Apa yang bintang cari, IP udah bagus kayak gitu, tapi sering ngomong nggak bisa disini, nggak mudeng pelajarannya, nggak nyaman”. Aku pun disitu bingung menjawabnya, lagi-lagi hanya terdiam. Dan ketika dia pergi, baru aku bisa menjawabnya, bukan IP yang aku cari, mungkin mendapatkan nilai yang bagus itu bonus buatku atas usahaku, mungkin karena tugas-tugas dosen yang bisa ku kerjakan. Tapi jujur saja, secara keseluruhan masih banyak yang belum aku kuasai, masih banyak yang belum aku mengerti, terlebih keinginan besarku yang ingin belajar kimia, bukan tentang Informatika.
          Di kamar kos lamaku, aku sendiri, menangis cukup kencang, menghabiskan lebih dari 1 mangkuk tisu, dan menurutku itu waktu menangis yang paling lama sampai sekarang aku tersenyum miris mengingatnya, apalagi kalo bukan tentang jurusan yang ku jalani ini. Karena ambisi ku yang terlalu tinggi untuk mendapatkan yang terbaik, mungkin kalau saja aku bisa menjadi yang terbaik walaupun rata-rata dijurusan kami rendah aku akan tetap santai, wah… dari pemikiran yang salah inilah aku bisa mengambil kesimpulan dan pelajaran berharga, ternyata ambisi itu telah merontokkan niat awalku untuk mencari ilmu, selama ini aku salah memanjakan mindset ku dengan mempertahankan pikiran yang kurang baik ini. Aku selalu berpikir tentang posisiku di SMA dulu, ya setidaknya walaupun tidak selalu mendapatkan yang terbaik tetapi masih dalam range yang tinggi. Sungguh, saat ku sadari sekarang, aku berpikir, sombongkah aku dulu? Sampai sekarang pemikiran itu muncul dan aku merasa menyesal. Aku seharusnya bisa mendapatkan lebih dari yang ku inginkan andai saja dari awalnya ku syukuri ini semua. Tapi, tidak ada kata terlambat. Aku belajar mencintai jurusanku, aku belajar membuat diri ini nyaman disini, karena di tempat ini juga kutemukan teman-teman baru yang luar biasa. Disinilah aku mulai menanam dan menuai agar menjadi ‘Orang’, dan di jurusan inilah aku belajar banyak hal tentang hidup. Dan aku semakin mengerti, agar kita terus mencari ilmu-ilmu Allah yang lain. Kita itu harus out of the box, ternyata masih banyak yang belum kita pahami kan? Ternyata masih banyak yang perlu kita pelajari.
          Sering pada suatu kesempatan, diingatkan bahwa kita adalah orang-orang hebat yang seharusnya selalu bersyukur karena telah mendapatkan sesuatu yang diluar sana masih banyak orang yang terus merangkak tanpa lelah dan mencoba berdiri untuk menggapainya, masih banyak orang yang terus bertasbih berdoa kepada Allah agar bisa mendapatkan yang diinginkannya, masih banyak yang menangis karena putus asa tidak bisa mendapatkan itu, ya, tapi ini semua telah aku dapatkan, belajar di perguruan tinggi. Tidakkah ku syukuri ini? sahabatku kembali meyakinkanku, “Bintang, seharusnya bintang bersyukur, banyak yang bintang bisa sedangkan aku dan temen-temen lain masih bingung, dan udah banyak banget yang bintang bisa bagiin buat kita.” Rasanya, dia memang sahabat terbaik disaat aku mengalami perang hebat dengan pemikiranku, dia selalu menyadarkanku dengan hasil yang aku peroleh selama aku belajar disini.
          Dan Akhirnya, aku semakin yakin dengan Pendidikan Teknik Informatika, karena setelah lulus nanti, aku bisa mengajar di SMK atau aku juga bisa menjadi dosen dengan mengambil S2, atau aku juga bisa menjadi apa yang ku inginkan dengan mengambil S2 nanti, atau aku bisa bekerja di bank dengan menerapkan kejujuran yaitu bank tanpa riba’ atau bisa bekerja dibidang industri, atau bisa menjadi seorang enterpreneur , atau pekerjaan yang lebih mulia lagi, aku bisa menjadi seorang ibu rumah tangga yang totalitas mendidik anak. Aku yakin, suatu saat nanti, Allah akan memenuhi janjinya, Allah akan memberikan aku pekerjaan yang layak, pekerjaan yang terbaik, sesuai dengan usahaku. Nggak harus sesuai jurusanku, karena apa? Karena disini aku datang untuk belajar. Disini aku mencari Ilmu Allah yang lebih luas lagi, atas izin-Nya.
          Karena itu, aku disini akan usaha maksimal untuk memperoleh semua itu, aku akan belajar dengan sebaik-baiknya, tidak ada kata gengsi untuk bertanya saat aku kebingungan. Karena belum tentu ditanah yang kita pijakki itu, kita bisa menguasai kondisi disana. Allah memberikan kesempatan pada kita untuk belajar dari orang lain yang telah expert dibidang itu. Supaya kita semakin yakin bahwa Ilmu Allah itu luas.
          Bismillah… dengan menyebut nama Allah, aku akan berusaha dengan sebaik-baiknya… dengan menyebut nama Allah, sadarkan aku ketika kekhilafan itu muncul lagi ya Allah. . .aamiin. . .
          Alhamdulillahirobbil ‘alamin  :’)

Kenapa Aku Memilih Islam. . .??



Keinginan menulis tentang hal ini berawal dari kebingunganku setiap disodorkan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu.
Pada saat aku berada pada situasi itu, aku berfikir, ya… aku yakin dengan Islam tapi terkadang untuk menjelaskan tentang alasan itu rasanya bingung bagaimana harus ku ungkapkan, belum banyak mengerti. Dan karena rasa penasaranku, terkadang ingin juga ku tanyakan pada seseorang, tapi sebelum aku menanyakannya, aku biasanya menemukan sendiri jawabannya. Kemudian hilang lagi. Dan ingat tentang itu, ingin ku tanyakan lagi dan tiba-tiba ketemu lagi jawabannya sendiri.
Sering seperti itu, dan tak mau kehilangan jejak tentang ingatan keyakinan ini, maka ingin segera ku ungkapkan jawabannya.
ini jawaban untuk saat ini, masih bisa berubah dan berkembang lagi yaa :’)

Islam…
Mungkin awalnya, entah kapan aku mulai dikatakan memilih.
Kurasa, untuk memilih itu membutuhkan kontak pemikiran yang cukup tinggi.
Dan ketika aku baru lahir? Atau ketika aku masih TK? Atau ketika memang belum cukup pemikiranku memikirkan itu? Apakah aku bisa dikatakan telah memilih Islam? Kurasa belum…
Bisa jadi karena kedua orangtuaku yang telah mengenalkanku dengan Islam ketika aku masih berada dalam kandungan, bisa jadi karena lingkungan sekitarku atau bisa jadi bisa jadi lainnya.
Tetapi sekarang, aku semakin yakin dengan pilihanku, inilah agama kebenaran, agama yang dengannya ku temukan kedamaian, agama yang dengannya ku rasakan indahnya kepasrahan, agama yang membuatku merasa bahagia disaat ku layak bersedih, agama yang selalu mengenalkan rasa syukur, agama yang memintaku menyembah Yang Satu, Allah. Allah. Allah SWT. Dialah zat yang memberikan semua itu. Dialah zat yang mengirimkan seorang Rasul yang telah menjadikanku sebagai umatnya atas izin-Nya. Ketika, aku harus mencari jati diriku, ketika aku kebingungan, ketika aku mulai putus asa, ketika aku mulai melangkah tak tentu arah, Islam memanggilku, Allah memanggilku untuk mendekat pada-Nya,
Wahh.. tetapi bukan Islam yang memiliki Allah, tapi Allah lah yang memiliki Islam, mengenalkan nya pada kami melalui utusan-Nya. Dan Dia juga yang telah membuat aku merasakan segala bentuk kenyamanan selama aku hidup di dunia ini, karena itu semua bisa dibuktikan melalui Doa yang ku panjatkan pada-Nya, kemudian Allah membalasnya :’)
Nggak tanggung-tanggung juga lhoo… kadang lebih dari apa yang kita minta, kadang digantikan dengan yang luar biasa, tapi kadang ditunda, ya inilah yang kadang membuat kita terkadang merasa putus asa, merasa Allah tidak sayang dan lainnya, tapi andai kita mengerti, disitulah pasti ada ganti dari Allah yang lebih baik, yang lebih pas dengan kondisi kita saat itu. Namun, kita sering tidak menyadarinya.
Alhamdulillah, Islam Oh Islam… :’)

Senin, 26 Agustus 2013

Kekuatan Doa :)


Disinilah ku maknai sebuah doa,
“Subhanallah, kekuatan doa. . . Allah tidak tidur, dan tidak akan pernah tidur”
Ku tulis ini karena rasa kagumku dengan buku karya Asma Nadia, dkk. Judul bukunya adalah Catatan Hati di Setiap Doaku, dalam buku ini mengisahkan berbagai macam cerita dari tokoh utama yang berbeda-beda juga, yang akan membuat jiwa ini semakin mengerti, semakin memahami dan dapat meruntuhkan hati yang kian membatu menjadi sebuah air jernih yang memberikan kesegaran dan ketenangan. Dengan memaknai sebuah DOA.

Dimulai dari kebiasaanku membaca, kucermati judul buku itu, kubaca tulisan bagian belakang cover buku, kemudian bagian depan dan bagian sampingnya. Lalu ku buka tiap lembar buku itu, biasanya kata pengantarpun aku baca, mengingat ketika aku masih bingung menyusun kata pengantar, kemudian mengkonsultasikan, dan akhirnya jadilah kata pengantar yang baku, hanya kata pengantar saja, itu membuatku senang. Dan aku pun membayangkan ketika aku menulis sebuah cerita, kemudian aku konsultasikan, dan menjadi suatu karya indah yang diterima. Wah rasanya akan lebih membanggakan lagi, itulah salah satu impianku, menjadi seorang penulis.

Dari kalimat pertama, sudah membuat hatiku semakin tertarik pada-Nya.
“Allah, cukuplah Engkau sebagai sebaik-baik sandaran hati kami”

Kemudian disusul sebuah hadist yang bisa selalu mengingatkan kita untuk terus berdzikir pada-Nya
          Rasulullah SAW bersabda : “Allah berfirman, ’Aku bersama hamba-Ku, selama dia mengingat-Ku, dan lidahnya terus bergerak menyebut nama-Ku’”
Subhanallah, janji Allah yang akan selalu membersamai kita ketika kita mengingat-Nya.
Kemudian apa yang sering membuat kita lalai dalam mengingat-Nya? Padahal begitu nampak indah janji Allah untuk terus bersama kita. Ku rasa karena rasa cinta itu berkurang, karena Allah telah tergantikan dengan hamba yang lain, atau dengan sesuatu yang lain, Na’udzubillah, jangan sampai kekhilafan menjadi suatu kebiasaan.

Disini, ingin ku ungkapkan kembali, cerita yang ada dalam tiap judul buku itu. Dan ada beberapa kata yang sangat menyentuh, yang ku ungkapkan dengan kaa-kata ku sendiri, atau ku cuplikan langsung dari kalimat dalam buku super itu. :’)
v  Allah Yang Maha, dan Tak Pernah Lelah
Kita tidak perlu merasa sendiri, ada Allah yang selalu menemani, Allah tak akan pernah lelah mendengarkan setiap keluh kesah kita, bahkan Allah suka kalo kita meminta, Allah senang mendengarkan curhat kita sepanjang hari, sepanjang malam, setiap waktu.
          Dengan-Nya yang berat terasa ringan. Dengan-Nya, saya dan banyak orang selalu punya harapan. Sebab, Dia Yang memungkinkan kemustahilan. Dia yang menciptakan keajaiban bagi hamba-hamba-Nya
Bismillah… Bersama-Nya, tak ada jalan buntu
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah : 186)
v  Catatan Doa Seorang Istri *Asma Nadia