Rabu, 26 Agustus 2015

Bunga di Waktu Dhuha

Tumbuh bersama Hujan

Ku kira, hari ini akan menjadi hari yang melelakan dan membosankan.
Undangan spesial itu, lagi-lagi tak sampai menggerakkan kakiku untuk menemuinya. Ia hanya mengetuk pintu, lalu aku pura-pura tak mendengarkan. Terlena dengan singgasana sementara yang jelas-jelas sering jadi bahan teguran.

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka” (QS. As-Sajdah: 16)

“Sunguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan diwaktu itu) lebih berkesan. (QS. Al-Muzammil: 6)

Pagi harimu akan menentukan kegiatan sepanjang hari. Itu yang aku pahami :’)
Itu kenapa si Pagi harus beres.

--o--

Pagi ini, saat menaiki tangga, sebelum masuk ruang guru. Aku membatin sambil mengamati Para Pahlawan yang dulu Katanya Tanpa Tanda Jasa. Sampai sekarang mungkin, tapi sudah banyak label yang membuntuti. :)
Aku amati mereka dari balik kaca ruang guru, “Duh… gini to kerjaan guru, kalo nggak dinikmati, kalo nggak dibuat seneng, kalo nggak dimodifikasi, yaa akan menjadi rutinitas yang membosankan. Datang, membagi ilmu dengan kata-kata yang sama, lalu pulang. Begitu setiap hari, karena itu yang dulu ku amati saat menjadi murid, kerjaan guru gitu-gitu doang.” Makanya dulu sempet ogah-ogahan mau jadi guru (itu dulu :D). Sekarang, PPL (Latihan jadi Guru), Wah mbuh piye carane buat kelas yang nggak bikin kita dan murid jadi suntuk, walaupun akhirnya sering tak bikin kelas Bimbingan Konseling, bukan kelas Informatika :D Mungkin besok aku akan jadi guru/ dosen IT yang merangkap bimbingan konseling. Aamiin :’)

Aku masuk ruang guru (kalo di Malaysia namanya bilik guru/ opis). Baru mau duduk, cikgu piket datang memberikan slip guru ganti. Hari ini, aku menggantikan Cikgu Rohim di kelas 1RK2. Menjaga ujian. SMK ku sekarang sedang ujian. Oke, waktu jaga jam 11.00. Masih ada waktu untuk…

--o--

Terimakasih untuk waktu dhuha yang indah ini, :’)
Hari ini, tak jadi hari yang membosankan, ada kalian yang terpisah jarak cukup jauh, namun atmosfernya sampai ke negeri seberang. Tak perlu lah pakai pesawat, kau mendoakan, ku mendoakan, itu sudah cukup :’)
Cukup untuk mengingatkan, dimanapun aku dan kamu berada, pastikan, Allah selalu di Hati, Dia yang tak pernah berhenti memperhatikan tiap gerak-gerik perbuatan, Dia yang mengamati tiap hembusan nafas, terucap namaNya kah? Atau lagi-lagi masih terhijab dengan dunia yang begitu melenakan? Allah…

11.05 (waktu Malaysia), tiba-tiba dapet kiriman yang sangat manis.
Katanya, “Dia sudah begitu meneduhkan, yang dahulu mengering bahkan nyaris hampir mati, tapi kini sudah menghijau kembali bahkan berbunga begitu indah. Mungkin seperti itu arti sebuah persahabatan yang hakiki bisa saling menghidupkan yang hampir saja mati kekeringan. Sebuah bunga pengungkap sejuta kerinduan. Ini bunganya Bintang Arifah yang ditinggal ke Negeri Seberang :)”

Kiriman mawar itu… Terasa memberikan suplemen khusus. Suplemen Hati, hati yang hampir-hampir saja berkarat, yang sedang ingin pulang beberapa hari terakhir ini. Bahkan, pundak pun ikut berteriak, aku butuh ditepok “Bintang semangat, Bintang Bisa! Bintaaaaang…. Allahnya nggak boleh lupa :’(”

Rindu hati yang tersentuh dan mata yang berkaca saat ditanya, “Tilawahnya oke kan?” “Tahajudnya apa kabar?” “Hafalannya dah sampai mana?” “Ayok jamaah” “Dekernya dimana?” “Aih ituu…”
Aaaakkkkkk >.<
Antara kau dan aku
Rinduuuuuuu…..

Sudah. :D

Masih tentang mawar. Entah sejak kapan aku jatuh cinta dengan mawar, mungkin sejak persaingan hafalan qur’an di waktu libur semester lalu, sampai akhirnya kami (aku dan dia) bersaing merawat mawar. Itu, Si Putih dan Si Oren :’)

Si putih, tumbuh dengan cantik, menemani hafalan, menemani tilawah, dan menemani cerita cintaku di Rumah Cahaya, Asma Amanina.


Ia memekar subur, berbunga lebih dari satu, semua mata memandang selalu memujinya dan mencemburuinya.

Aku pun tak jarang menghempaskannya bersama hujan. Biar ia merasakan terpaan, biar ia rasakan rintangan dalam hidup. Aku tahu, mawar itu kuat.
Lagi-lagi, ia dipuji.
Tapi sayang, mawar bukan padi. Yang semakin tinggi semakin merunduk. Mawar bukan Padi.
Rindu yang ini :')

Ia lengah, terhanyut dengan pujian-pujian yang selama ini diterimanya…

Sampai akhirnya…….
Ia hampir mati. Daun-daunnya cokelat, rontok, tak terurus. Mungkin, ia telah terlewat sombong, hatinya telah kering karena seringnya dipuji. Ia merasa tinggi dengan berbagai kata-kata indah yang tertuju padanya. Ia, merasa lebih baik dari yang lain. Ia tak bisa mengendalikan diri, Ia terjangkit penyakit hati akut. Hampir saja mati.
Kalau sudah begitu? Sudahlah orang-orang tak sanggup memujinya, semua merasa iba dengannya. Prihatin melihat keadaannya.
Menuju ketegaran
Ia mulai berdiam, menyadari kesalahannya. Sampai akhirnya, satu persatu daunnya mulai tumbuh. Sudah ku bilang, Mawar itu Kuat. :’)
Ia mampu bangkit. Bangkit setelah merenungi kesombongannya, bangkit setelah merasa tinggi, bangkit dan menyadari, hidupnya Hanya untuk Dia yang menciptakan.

Jadilah ia kembali bersinar :’) Meneduhkan, katanya.
Aku belajar banyak darimu, Mawar Putih yang Tegar :’)

Rabu, 26 Juli 2015 13:23
Ruang Kerja SMKBT2, Kulaijaya

1 komentar:

  1. Keep Hamasah, Keep Istiqomah, Keep Shining, ....... ^_^
    Ditunggu tulisan" keren berikutnya :)

    BalasHapus