Tumbuh bersama Hujan |
Ku kira, hari ini akan menjadi hari yang melelakan dan membosankan.
Undangan spesial itu, lagi-lagi tak sampai
menggerakkan kakiku untuk menemuinya. Ia hanya mengetuk pintu, lalu aku
pura-pura tak mendengarkan. Terlena dengan singgasana sementara yang jelas-jelas
sering jadi bahan teguran.
“Lambung mereka jauh dari
tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh
harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka” (QS. As-Sajdah: 16)
“Sunguh, bangun malam itu
lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan diwaktu itu) lebih berkesan. (QS.
Al-Muzammil: 6)
Pagi
harimu akan menentukan kegiatan sepanjang hari. Itu yang aku pahami :’)
Itu
kenapa si Pagi harus beres.
--o--
Pagi ini, saat menaiki
tangga, sebelum masuk ruang guru. Aku membatin sambil mengamati Para Pahlawan
yang dulu Katanya Tanpa Tanda Jasa.
Sampai sekarang mungkin, tapi sudah banyak label yang membuntuti. :)
Aku amati mereka dari
balik kaca ruang guru, “Duh… gini to
kerjaan guru, kalo nggak dinikmati, kalo nggak dibuat seneng, kalo nggak
dimodifikasi, yaa akan menjadi rutinitas yang membosankan. Datang, membagi ilmu
dengan kata-kata yang sama, lalu pulang. Begitu setiap hari, karena itu yang dulu
ku amati saat menjadi murid, kerjaan guru gitu-gitu doang.” Makanya dulu
sempet ogah-ogahan mau jadi guru (itu dulu :D). Sekarang, PPL (Latihan jadi
Guru), Wah mbuh piye carane buat kelas yang nggak bikin kita dan murid jadi suntuk,
walaupun akhirnya sering tak bikin kelas Bimbingan Konseling, bukan kelas
Informatika :D Mungkin besok aku akan jadi guru/ dosen IT yang merangkap
bimbingan konseling. Aamiin :’)
Aku masuk ruang guru (kalo di Malaysia
namanya bilik guru/ opis). Baru mau duduk, cikgu piket datang memberikan slip
guru ganti. Hari ini, aku menggantikan Cikgu Rohim di kelas 1RK2. Menjaga
ujian. SMK ku sekarang sedang ujian. Oke, waktu jaga jam 11.00. Masih ada waktu
untuk…
--o--
Terimakasih untuk waktu dhuha yang indah
ini, :’)
Hari ini, tak jadi hari yang membosankan,
ada kalian yang terpisah jarak cukup jauh, namun atmosfernya sampai ke negeri
seberang. Tak perlu lah pakai pesawat, kau mendoakan, ku mendoakan, itu sudah
cukup :’)
Cukup untuk mengingatkan, dimanapun aku dan
kamu berada, pastikan, Allah selalu di Hati, Dia yang tak pernah berhenti
memperhatikan tiap gerak-gerik perbuatan, Dia yang mengamati tiap hembusan
nafas, terucap namaNya kah? Atau lagi-lagi masih terhijab dengan dunia yang
begitu melenakan? Allah…
11.05 (waktu Malaysia), tiba-tiba dapet
kiriman yang sangat manis.
Katanya, “Dia sudah begitu meneduhkan, yang
dahulu mengering bahkan nyaris hampir mati, tapi kini sudah menghijau kembali
bahkan berbunga begitu indah. Mungkin seperti itu arti sebuah persahabatan yang
hakiki bisa saling menghidupkan yang hampir saja mati kekeringan. Sebuah bunga
pengungkap sejuta kerinduan. Ini bunganya Bintang Arifah yang ditinggal ke
Negeri Seberang :)”
Kiriman mawar itu… Terasa memberikan suplemen
khusus. Suplemen Hati, hati yang hampir-hampir saja berkarat, yang sedang ingin
pulang beberapa hari terakhir ini. Bahkan, pundak pun ikut berteriak, aku butuh
ditepok “Bintang semangat, Bintang Bisa! Bintaaaaang…. Allahnya nggak boleh
lupa :’(”
Rindu hati yang tersentuh dan mata yang
berkaca saat ditanya, “Tilawahnya oke kan?” “Tahajudnya apa kabar?” “Hafalannya
dah sampai mana?” “Ayok jamaah” “Dekernya dimana?” “Aih ituu…”
Aaaakkkkkk
>.<
Sudah. :D
Masih
tentang mawar. Entah sejak kapan aku jatuh cinta dengan mawar, mungkin sejak
persaingan hafalan qur’an di waktu libur semester lalu, sampai akhirnya kami
(aku dan dia) bersaing merawat mawar. Itu, Si Putih dan Si Oren :’)
Si putih, tumbuh dengan cantik, menemani
hafalan, menemani tilawah, dan menemani cerita cintaku di Rumah Cahaya, Asma
Amanina.
Ia memekar subur, berbunga lebih dari satu, semua mata memandang selalu memujinya dan mencemburuinya.
Ia memekar subur, berbunga lebih dari satu, semua mata memandang selalu memujinya dan mencemburuinya.
Aku pun tak jarang menghempaskannya bersama
hujan. Biar ia merasakan terpaan, biar ia rasakan rintangan dalam hidup. Aku
tahu, mawar itu kuat.
Lagi-lagi,
ia dipuji.
Tapi sayang, mawar bukan padi. Yang semakin
tinggi semakin merunduk. Mawar bukan Padi.
Ia lengah, terhanyut dengan pujian-pujian
yang selama ini diterimanya…
Sampai
akhirnya…….
Ia hampir mati. Daun-daunnya cokelat,
rontok, tak terurus. Mungkin, ia telah terlewat sombong, hatinya telah kering
karena seringnya dipuji. Ia merasa tinggi dengan berbagai kata-kata indah yang
tertuju padanya. Ia, merasa lebih baik dari yang lain. Ia tak bisa mengendalikan
diri, Ia terjangkit penyakit hati akut. Hampir saja mati.
Kalau
sudah begitu? Sudahlah orang-orang tak sanggup memujinya, semua merasa iba
dengannya. Prihatin melihat keadaannya.
Menuju ketegaran |
Ia mulai berdiam, menyadari kesalahannya.
Sampai akhirnya, satu persatu daunnya mulai tumbuh. Sudah ku bilang, Mawar itu
Kuat. :’)
Ia mampu bangkit. Bangkit setelah merenungi
kesombongannya, bangkit setelah merasa tinggi, bangkit dan menyadari, hidupnya
Hanya untuk Dia yang menciptakan.
Jadilah ia kembali bersinar :’) Meneduhkan,
katanya.
Aku belajar banyak darimu, Mawar Putih yang
Tegar :’)
Rabu, 26 Juli 2015 13:23
Ruang Kerja SMKBT2, Kulaijaya