Cerita dulu deh sedikit tentang perjalanan
ku berdiri diatas tanah pendidikan, ya tepatnya Pendidikan Teknik Informatika. Teringat
ketika SD dulu, duh setiap ditanya “apa cita-citamu?”… Doookteeerr… berteriak
kencang-kencang berebut dengan teman-teman yang lain, atau sebatas menulis
diatas kertas ketika ada pertanyaan tentang cita-cita, ya dijawab dokter.
Mungkin sampai SMP juga masih menjawab dokter, sampai pada akhirnya, aku
menyadari ketakutanku dengan darah, atau karena angkat tangan mencium bau
obat-obatan dan bau rumah sakit, itu mengikiskan niatku untuk menjadi seorang dokter.
Berubahlah cita-citaku, apa ya. Sempat kekosongan cita-cita, bahkan sampai
sekarang masih bingung dengan itu. Hingga ketika aku masuk SMA, sebuah dilema
luar biasa, aku tidak ingin menjadi guru, tapi apalagi selain itu yang aku
bisa, pemikiran putus asa menyelimutiku. Tetapi, akhirnya ku putuskan untuk
tetap menjadi guru, karena setelah direnungkan, guru adalah pekerjaan yang
sangat mulia, pekerjaan yang mengantarkan kita pada pahala amal yang akan terus
mengalir sampai kita tiada lagi didunia ini. Aku ambil jurusan Pendidikan Kimia
di UNY dan UIN lewat jalur undangan. Selang beberapa waktu, keluarlah
pengumuman tentang diterima atau tidaknya kita dijalur undangan itu. Dengan doa
yang terus kuucap sambil login di web. Deg…Deg… tidak lolos.. ini bukan
jodohku. Tapi masih ada kesempatan lagi, dijalur tulis. Karena aku telah gagal
dijalur undangan mengambil jurusan pendidikan kimia, sehingga orangtua
menyarankanku untuk menempatkan jurusan pendidikan teknik informatika UNY
dipilihan pertama dan pendidikan kimia UIN dipilihan kedua. Dan tanpa berpikir
panjang atau memang saat itu memang itulah final
keputusanku akhirnya aku isikan itu pada pendaftaran di SNMPTN tulis dan
diterima di Pendidikan Teknik Informatika UNY. Dua semester adaptasi ternyata
masih belum cukup, masih seringkali pikiran-pikiran ganjal menghantuiku. Ku
coba kuatkan namun melemah lagi, kuat lagi melemah lagi. Dan aku masih terus
berusaha.
Lanjut cerita
tentang cita-cita tadi. Tanggal 22 Agustus 2013, aku menjadi panitia dalam
ospek jurusan Pendidikan Teknik Elektronika UNY, disana aku diamanahkan untuk
mengisi materi di Laboratorium Elektronika Dasar, nah terus ada seorang
mahasiswa baru yang iseng bertanya “mbak, apa cita-cita mbak?” aku terdiam
sejenak, kemudian menjawab “wahh… ya rahasia dong”. Suasana pun kembali aktif
dengan pertanyaan mahasiswa-mahasiswa lain yang menanyakan tentang hal-hal yang
ada di Lab itu. Kukira sudah berakhir pertanyaan mahasiswa tadi tentang
cita-cita, ternyata ketika berjalan kepintu keluar setelah materi berakhir, dia
bertanya lagi, “mbak, itu tadi cita-citanya rahasia apa masih bingung tuh?
dipikirin bener-bener ya mbak cita-citanya apa” dengan wajah meledek dan tetap
berjalan keluar pintu, aku pun terdiam, tersenyum, tetapi kemudian menjawab
“yaaaa... Menjadi seorang pendidik”. Duh, langsung aku kepikiran dengan omongan
anak tadi, benar-benar harus ku fikirkan dari sekarang apa cita-citaku ini. Aku
malah sempat berpikir lagi, mungkin kalo dulu aku jadi masuk jurusan pendidikan
kimia, aku bisa menjawab dengan lantang, kalau aku akan menjadi guru kimia. Dan
sekarang? Lagi-lagi pemikiran tanpa syukur itu muncul ditengah-tengah
keresahanku.
Teringat kalimat
yang terucap oleh salah seorang sahabatku, “bintang, sebenernya apa sih maunya.
Apa yang bintang cari, IP udah bagus kayak gitu, tapi sering ngomong nggak bisa
disini, nggak mudeng pelajarannya, nggak nyaman”. Aku pun disitu bingung
menjawabnya, lagi-lagi hanya terdiam. Dan ketika dia pergi, baru aku bisa menjawabnya,
bukan IP yang aku cari, mungkin mendapatkan nilai yang bagus itu bonus buatku
atas usahaku, mungkin karena tugas-tugas dosen yang bisa ku kerjakan. Tapi
jujur saja, secara keseluruhan masih banyak yang belum aku kuasai, masih banyak
yang belum aku mengerti, terlebih keinginan besarku yang ingin belajar kimia,
bukan tentang Informatika.
Di kamar kos
lamaku, aku sendiri, menangis cukup kencang, menghabiskan lebih dari 1 mangkuk
tisu, dan menurutku itu waktu menangis yang paling lama sampai sekarang aku
tersenyum miris mengingatnya, apalagi kalo bukan tentang jurusan yang ku jalani
ini. Karena ambisi ku yang terlalu tinggi untuk mendapatkan yang terbaik,
mungkin kalau saja aku bisa menjadi yang terbaik walaupun rata-rata dijurusan
kami rendah aku akan tetap santai, wah… dari pemikiran yang salah inilah aku
bisa mengambil kesimpulan dan pelajaran berharga, ternyata ambisi itu telah
merontokkan niat awalku untuk mencari ilmu, selama ini aku salah memanjakan
mindset ku dengan mempertahankan pikiran yang kurang baik ini. Aku selalu berpikir
tentang posisiku di SMA dulu, ya setidaknya walaupun tidak selalu mendapatkan
yang terbaik tetapi masih dalam range yang tinggi. Sungguh, saat ku sadari
sekarang, aku berpikir, sombongkah aku dulu? Sampai sekarang pemikiran itu
muncul dan aku merasa menyesal. Aku seharusnya
bisa mendapatkan lebih dari yang ku inginkan andai saja dari awalnya ku syukuri
ini semua. Tapi, tidak ada kata terlambat. Aku belajar mencintai jurusanku, aku
belajar membuat diri ini nyaman disini, karena di tempat ini juga kutemukan
teman-teman baru yang luar biasa. Disinilah aku mulai menanam dan menuai agar
menjadi ‘Orang’, dan di jurusan inilah aku belajar banyak hal tentang hidup.
Dan aku semakin mengerti, agar kita terus mencari ilmu-ilmu Allah yang lain.
Kita itu harus out of the box, ternyata masih banyak yang belum kita pahami
kan? Ternyata masih banyak yang perlu kita pelajari.
Sering pada suatu
kesempatan, diingatkan bahwa kita adalah orang-orang hebat yang seharusnya
selalu bersyukur karena telah mendapatkan sesuatu yang diluar sana masih banyak
orang yang terus merangkak tanpa lelah dan mencoba berdiri untuk menggapainya, masih banyak orang yang terus bertasbih berdoa kepada Allah
agar bisa mendapatkan yang diinginkannya, masih banyak yang menangis karena
putus asa tidak bisa mendapatkan itu, ya, tapi ini semua telah aku dapatkan,
belajar di perguruan tinggi. Tidakkah ku syukuri ini? sahabatku kembali
meyakinkanku, “Bintang, seharusnya bintang bersyukur, banyak yang bintang bisa
sedangkan aku dan temen-temen lain masih bingung, dan udah banyak banget yang
bintang bisa bagiin buat kita.” Rasanya, dia memang sahabat terbaik disaat aku
mengalami perang hebat dengan pemikiranku, dia selalu menyadarkanku dengan
hasil yang aku peroleh selama aku belajar disini.
Dan Akhirnya, aku
semakin yakin dengan Pendidikan Teknik Informatika, karena setelah lulus nanti,
aku bisa mengajar di SMK atau aku juga bisa menjadi dosen dengan mengambil S2,
atau aku juga bisa menjadi apa yang ku inginkan dengan mengambil S2 nanti, atau
aku bisa bekerja di bank dengan menerapkan kejujuran yaitu bank tanpa riba’
atau bisa bekerja dibidang industri, atau bisa menjadi seorang enterpreneur , atau pekerjaan yang lebih
mulia lagi, aku bisa menjadi seorang ibu rumah tangga yang totalitas mendidik
anak. Aku yakin, suatu saat nanti, Allah akan memenuhi janjinya, Allah akan
memberikan aku pekerjaan yang layak, pekerjaan yang terbaik, sesuai dengan
usahaku. Nggak harus sesuai jurusanku, karena apa? Karena disini aku datang
untuk belajar. Disini aku mencari Ilmu Allah yang lebih luas lagi, atas
izin-Nya.
Karena itu, aku
disini akan usaha maksimal untuk memperoleh semua itu, aku akan belajar dengan
sebaik-baiknya, tidak ada kata gengsi untuk bertanya saat aku kebingungan.
Karena belum tentu ditanah yang kita pijakki itu, kita bisa menguasai kondisi
disana. Allah memberikan kesempatan pada kita untuk belajar dari orang lain yang
telah expert dibidang itu. Supaya
kita semakin yakin bahwa Ilmu Allah itu luas.
Bismillah… dengan
menyebut nama Allah, aku akan berusaha dengan sebaik-baiknya… dengan menyebut
nama Allah, sadarkan aku ketika kekhilafan itu muncul lagi ya Allah. . .aamiin.
. .
Alhamdulillahirobbil
‘alamin :’)