Bismillah…
Ini tentang kisah perjalananku denganmu, hay orang-orang yang
sedang belajar ku cintai.
Kali ini, kami ingin menaklukan bukit yang dijuluki golden
sunrise setelah sebelumnya telah berhasil menaklukan perjalanan merbabu
(padahal cuma setengah jalan sih alias nyampe pos camp terus turun lagi gara-gara katanya ada badai di atas :D).
Konon ceritanya, dibukit inilah tempat melihat sunrise terbaik se-asia tenggara. Dan katanya, desa ini merupakan
desa tertinggi dipulau jawa, perkenalkanlah ia adalah Bukit Sikunir.
Cerita dulu nih sebelum sampai di tempat keren karunia Sang
Maha Keren.
Aku (anak asrama ceritanya), yang nggak segampang itu aja
dapet izin untuk bisa nge-camp
dimanapun. Punya alur sendiri buat bisa izin nggak bermalam di asrama yang
berarti harus ninggalin kelas belajar malam dan pagi.
Setelah pengumuman hasil diskusi di kelas proyek mandiri yang
memutuskan kelasku jadi nge-trip ke Sikunir,
pasca kelas microteaching akhirnya di-list siapa saja yang akan ikut dalam adventure kali ini. Ada namaku? Ya, ada.
Nama yang tertulis tanpa persetujuanku, ah kalian. Entah apa alasannya mereka
sangat ngotot banget aku kudu ikut. Ya intinya, mereka mau kita
mau semua ngumpul, detik-detik terkahir selo di kampus katanya. Aku juga mau
gaes, tapi bagaimana dengan perizinanku. Tiga hari sebelumnya aku sudah meminta
izin dengan pemandu, hasilnya? tertolak. Akhirnya aku putuskan untuk langsung
menemui ummi dengan menjelaskan semua misi ku mengikuti kegiatan ini,
diperbolehkan. Bahagianyaaahhh... Akupun melaporkan keputusan ummi ini pada
kawan-kawanku. Tapi, lagi, karena aku anak ‘bandel’ yang nggak bandel-bandel
banget, jadi aku putuskan untuk kembali meminta izin pada pemandu, ternyata
hasilnya sama. Akupun mencoba menarik salah satu supervisor untuk bisa merayu pemanduku itu :D, alasan lain ya jelas
karena supervisor pasti akan jauh
lebih mempertimbangkan dengan matang keputusan yang terbaik.
--Meminta
Izin
Mba : “Wahh… berarti kalo Bintang nge-camp Bintang ninggalin kewajiban di Asma
buat
menuntut ilmu dong”
Aku : “Bintang bakalan nyalin pelajaran yang
dikasih ustadz waktu Bintang nggak
dateng deh. Bolehhh yaaa???”
Mba : “Tetep beda Bintang sama Bintang dateng
langsung di kelas.”
Aku : “Tapi Bintang pernah nggak masuk kelas padahal
disini (diasrama). *nyengir”
Mba : “Haaa” shock
banget wajah mba-nya, “kok bisa Bintang? Kenapa?”
Aku : “Emang mba nggak pernah (nyari temen :D)?
Kenapa ya… Bintang juga nggak
tahu
kenapa mba. Rasanya nggak pengin aja dateng ke kelas”
Mba : “Nggak pernah Bintang, mba kalo nggak
bener-bener sakit yang udah nggak
kuat banget, mba pasti ke kelas. Gini deh,
saat kita menuntut ilmu, akan
sangat
mudah ilmu itu masuk dek, nggak terlalu sulit kita memahami apa
yang
disampaikan guru. Tapi, gimana dengan keberkahannya? ini yang
susah didapat Bintang”
Aku : (Speechless)
---masih
panjang diskusi dengan mba, sudahi dulu---
Saat
aku berbincang meminta izin padanya, ada momen ia meneteskan air mata, Ya,
banyak yang kudapat dari mba, sampai-sampai aku hanya bisa mengiyakan, ah mba,
entah jurus apa yang engkau pakai, aku tersihir dengan apa yang kau ucapkan.
Tapi
hari setelahnya, azzamku untuk ikutpun menguat. Kembali aku meminta izin
pemandu, ku memintanya untuk duduk agar suasananya lebih tenang, aku memulai
perizinan dengan hati-hati, kata mba yang kemarin, aku bisa saja diizinkan
asalkan ada alasan yang benar-benar membuat pemandu yakin Bintang bisa diberi
izin. Maksudnya, kegiatan itu sangat penting.
“Mba,
Bintang kudu ikut banget ini agenda, udah tak fix kan Bintang mau ikut. Mba,
semester kemarin adalah masa pendekatan Bintang sama temen-temen Bintang, Ya
katanya kita ADK masa nggak memberikan pengaruh apa-apa di lingkungan terdekat.
Dan semester ini, Bintang udah mulai deket sama temen-temen, mereka pun semakin
terbuka dengan Bintang, nggak sungkan. Ya, awalnya Bintang ngerti mereka dulu,
ngikutin alurnya mereka, sampai akhirnya mereka pun mengerti Bintang, mislanya,
sekarang jadi nyaman-nyaman aja kalo mau pegang Al-Qur’an dikelas. Ya, kalau
sudah saling memahami, kan mau ngajak-ngajak juga enak. Nah misi di atas
pendakian besok, Bintang pengin minimal banget ngingetin mereka untuk sholat
(aku jelaskan keadaan temen-temen kelas).”
---dan
masih panjang lagi---
Ya, semester sebelum-sebelumnya memang
aku merasa sangat egois, mementingkan diri sendiri, menggemborkan dakwah tapi
tak belajar bagaimana cara berdakwah, mereka berbelok kekanan dan kekiri tapi
aku lurus-lurus aja (terlalu merasa nyaman dengan duniaku, dan lupa kalau ada
orang yang butuh digandeng juga supaya sama-sama merasakan manisnya dunia yang
aku jalani). Aku memang belum keren dalam masalah menjaga ibadahku, ya
keistiqomahan kekhusyukan kan akan terus berproses. Dan teorinya sudah aku
pahami, sekarang tinggal bagaimana aku mengajak teman-teman untuk menambah
kepahaman tentang kewajiban yang kudu dijalanin semasa hidup. Kita hanya butuh
komunikasikan semuanya aja kan guys.
-o-o--
Pagi hari sebelum jam di hari-H
(siangnya), aku mendapat kabar menggembirakan, aku diizinkan. Alhamdulillah.
Tapi bersyarat. ^^
Salah satu syaratnya adalah harus bisa
kondisikan temen-temen buat sholat, dan akupun memperlihatkan sms itu ke salah
satu kawan, oke dia menyanggupi.
-o-o--
Transit di Temanggung (salah satu
rumah kawan).
Misi pun ku lakukan.
Hasilnya? Ya, bagaimanapun usahamu,
Allah yang akan menentukannya.
Jika hamba-Nya tak ingin mengambil
hidayah yang diberikan. Mau bagaimana lagi?
Alhamdulillah, beberapa temanpun
membantu tertuntasnya misi ini, dengan semangatnya terus mengingatkan “Ayo
sholat… Ayo Sholat…”, “(Sholat maghrib), heyy buruan udah mau isya nih”, dan
jawaban mereka pun aneh-aneh. :D
Kami merasakan senyum bahagia (*karena
mereka bersegera menyambut seruan), tapi kami rasakan juga ada detakkan yang
tak tenang (*mempertanyakan kenapa masih ada saja yang menolak panggilan).
Dan semua itu, tetap Allah lah yang
membuat mereka tersadarkan, dan terbangkitkan.
-o-o--
Kita hanya butuh saling mengingatkan
saja, saling memberi kepahaman jika belum paham, saling menasehati saat mulai
menjauh dari Sang Pemilik Hidup. Saling membuka hati untuk tetap mencintai,
dengan apa? Mendoakan satu sama lain, dimanapun wadahnya, seperti apapun
aktivitasnya, tapi kita tetap sama-sama muslim kan? Kata “UKHUWAH” mungkin akan
sangat asing bagi mereka, tapi misi ku selanjutnya adalah meyakinkan pada
mereka “Ini lhoo UKHUWAH, 1 kata penuh cinta, yang diteruskan dengan tindakan
nyata untuk saling mendoakan, saling menyenggol saat ada yang mulai kehilangan
arah, saling menanting jika ada yang merasa sulit, saling tebar senyum pemberi
semangat, saling menanya kabar saat saudara yang lain tak terlihat, dan yang
pasti, saudara itu akan merasa resah jika saudaranya yang lain sedang berjalan dalam
gelap seorang diri.
Ahh… akupun belum sebaik itu, aku juga
masih sering terlungkup dalam gelap, akupun masih sering terlihat lusuh tak
bersemangat, bahkan kau yang sering melihat tak ada senyum yang kuukir
diwajahku, tak ada sapaan hangat, dan tingkah lain yang mungkin engkau lebih
paham, ingatkan saja aku, tak usah sungkan, dear.
Salam
Rindu, dariku, yang sedang belajar Mencintaimu Karena Allah.
10 Maret 2015, 01:38
Kelas Rumah Cahaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar