ngambil dari cover buku :D |
Seperti biasa, senin
jam ke 12-15 adalah mata kuliah evaluasi pembelajaran. Kemarin pak Suparman
(dosen makul tersebut) menyampaikan sikap itu dihasilkan dari perasaan senang
atau tidak senang. *aku angguk-angguk, setuju.
Dan seperti biasa
juga, setiap hari senin di Masjid Nurul Ashri kajian Tafsir Al-Quran oleh Ust.
Syatori, masih membahas tafsir QS. An-nur (24): 57. Kemarin, bahasannya masih
tentang syukur kali ini dikaitkan dengan “Pengertian”.
Check it out :D
Syukur atas apapun adalah bukti bahwa kita
menjalani hidup ini dengan pengertian yang benar. Dan hidup manusia bergantung
pada pengertiannya. Pengertian manusia akan menentukan perasaannya.
Aku masih berfikir
dengan semua kata-kata itu. Belum bisa menangkap apa maksud dari kata
pengertian disini.
Pengertian yang benar, akan melahirkan
perasaan yang benar, dan perasaan yang benar akan melahirkan kata, sikap dan
tindakan yang benar.
Hmm… mulai memahami…
*kawanku nyeletuk,
mengingatkan, “kaya yang dibilang tadi pas di kelas.” “aa iyaa”
Mengerti adalah pondasi Syukur, jadi kita yakin tuh
segala peristiwa merupakan cara Allah untuk menunjukan kebaikan-kebaikan pada
kita.
Ya… saat pengertian kita benar, kita akan berkata “Ya
Allah… ini caramu kepada ku untuk memahamkanku bla bla bla….”
Seperti kisah sang ayah dan anak pada zaman (kapan ya),
cerita di buku Dalam Dekapan Ukhuwah Salim A. Fillah, dengan segala cobaan yang
diterima ayah dan anak tersebut, entah kebahagiaan berupa pujian atau kesusahan
berupa hinaan dan yang lainnya mereka selalu mengatakan “Kami tak tahu apakah
ini rahmat ataukah musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah”
Tentram ya bahasa yang di ucapkan. Kalimat itu hanya akan
membuat kita merasa nyaman melewati kehidupan kita. Tak ada yang diresahkan,
karena semua masalah akan dikembalikan lagi pada Sang ‘pemberi masalah’, yang
mengerti kenapa kita di uji hal itu.
Nah. Bagaimana agar kita selalu megerti?
Yaitu, dengan cara menyibak gelap yang menutupinya. Lha tapi kok masih ada saja
orang yang nggak mau mengerti. Kenapa? Itu itu, karena masih ada gelap yang
menutupinya.
Ada 3 gelap nih, apa saja?
1.
Merasa memiliki (karena
bisa jadi peluang kesombongan). Dan merasa tidak memiliki (karena menjadi
peluang untuk kufur nikmat).
Yang benar, tidak
merasa memiliki walaupun sebenarnya kita memiliki.
*eh orang disebelahku
kembali nyeletuk
“Apalah arti memiliki
ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami” Tereliye
*xixixi :D
2.
Mengenal kata
gara-gara
Yang ini memang repot
nih kalo sudah sedikit-sedikit menyalahkan. Misal : gara-gara aku duduk
disebelah dia tadi, dia jadi minjem uang kan. Atau gara-gara aku bawa pulpen 2
jadi ilang deh dibawa orang. Atau gara-gara ban gembes/ macet di jalan jadi
telat berangkat kuliah deh. Atau gara-gara dia ngumpul tugas telat, semua jadi
nggak boleh ngumpul tugas. Wuuiiihh sering kan ya kata-kata semacam itu keluar,
entah kita ngomong sendiri, atau oranglain, atau mungkin dihati kita pun
mengeluh semacam itu.
Kenali!! Itu bahaya
guys buat tumbuh kembang si Hati. >.<
3.
Menolak susah (coba
liat orang-orang yang mau susah kebanyakan dari mereka, pengertiannya lebih
dalam. Kebanyakan orang desa dan orang kota saja deh, bisa diliat kan bedanya)
Yapp… tetap khusnuzon ya… yok dijaga hubungan sama Allah
dan hubungan sama makhluk-Nya…
14 Oktober 2014, 13.00
Lab Jaringan (Akhir edit :D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar