Soal :
Nilai apa yang
dikembangkan di keluarga anda?
Bagaimana usaha
orangtua anda untuk menanamkan nilai tersebut?
Nilai apa yang sampai
sekarang melekat dalam diri anda yang menjadi karakteristik anda?
Dimulai dari peristiwa ketika saya kecil. Suatu
kisah hidup yang tidak pernah saya lupakan sampai sekarang. Nilai rela
berkorban demi kebahagiaan oranglain. Dalam kisah ini adalah pengorbanan Ibu untukku,
tepatnya ketika saya masih TK, dulu saya tergolong orang yang pendiam, tak
mudah bergaul, tak mudah membuka suatu percakapan, tak memiliki banyak teman.
Dan entah bagaimana, ini juga pertanyaan saya sampai sekarang, kenapa ketika TK
dulu banyak sekali yang memusuhi saya, yang tidak suka dengan saya. Sering juga
saya menceritakan kepada orang rumah tentang seorang guru TK yang menyebalkan,
yang bermuka galak. Itulah dulu yang saya tahu. Cerita tentang Ibu saya yang
sempat wiyata bakti di sebuah Madrasah Ibtidaiyah di daerah saya. Sering saya
ikut ibu mengajar saat libur TK atau saat pulang lebih awal dari biasanya.
Tetapi kembali ke diri saya ketika di sekolah TK saya sangat tidak bisa
beradaptasi, dan hanya memiliki sedikit sekali teman, saya mulai tidak betah
dengan semua ini, saya merasa iri dengan teman-teman yang diantar oleh orangtua
mereka ke sekolah. Dan akhirnya, saya katakan pada Ibu pada saat kami sedang berkumpul
dirumah, yang saya ingat ketika itu kami sedang beres-beres rumah, dengan wajah
polos dan tanpa dosa, ku katakan “Ibu, dek bintang pengin di anter ibu kalo ke
sekolah, pokoknya mending nggak sekolah daripada nggak dianter.”
Ya,
hanya itu percakapan yang saya ingat. Entah bagaimana juga, akhirnya Ibu
melepaskan tempat ia merintis pekerjaan menjadi seorang guru, demi melihat
anaknya menuntut ilmu dengan nyaman tanpa tekanan. Akhirnya setelah itu, saya
sudah mulai memiliki keberanian untuk bermain dan mengikuti kegiatan di sekolah
TK.
Tetapi,
setelah saya beranjak dewasa, saya mulai menyadari kesalahan saya dulu, saya
mulai menyesali tindakan itu, tambah lagi banyak kesalahan yang saya perbuat
pada orangtua saya, rasanya saya dulu sempat sangat mengecewakannya. Tetapi,
sungguh, ini merupakan kisah yang sangat berarti, pembelajaran yang sangat
tinggi akan sebuah pengorbanan.
Selanjutnya yang orangtua tanamkan
adalah arti sebuah kejujuran dan kepercayaan, sekecil apapun itu, kejujuran
tetaplah nomor satu. Dari kakak saya sampai adik saya, orangtua mengajarkan
kepercayaan kepada kami. Salah satunya, kami selalu tahu dimana Ibu menyimpan
uang, dan kami diperbolehkan mengambil uang sendiri yang tentunya dengan izin
pada Ibu. Dan Ibu tidak pernah mengajarkan kepada kami untuk menagih hutang
dalam keluarga, ya karena Ibu tidak pernah memperkenalkan kata hutang kepada
kami. Sampai disuatu ketika, miris hati saya mendengar percakapan seorang
dengan adik kandungnya sendiri, yang intinya sang kakak menagih hutang Rp 2000
kepada sang adik hanya karena belum dikembalikan saat beli gorengan beberapa
hari lalu, hati saya trenyuh mendengarnya, namun saya berfikir, apakah faktor
ekonomi yang menyebabkan percakapan ini terjadi, ataukah memang didikan dari
kecil kurang ditanamkan kepercayaan oleh kedua orangtua mereka. Hanya bisa
berdoa untuk keduanya dan mungkin orang-orang yang sama diluar sana. Dan dari
situlah orangtua saya juga mengajarkan kejujuran, andai saja kepercayaan itu
tidak pernah dibangun, mungkin kami sering mengambil uang tanpa izin, atau
mengambil lebih dari jumlah yang diperbolehkan. Kejujuran. Tak pernah
sedikitpun orangtua mengizinkan kami untuk mencontek saat ujian, atau saat
apapun itu. Namun bandelnya kami, walaupun orangtua melarang, kami tetap
mencontek dengan pembelaan hanya bertanya. Yah apa bedanya. Namun tak pernah
ada sesuatupun yang sia-sia. Semua nasehat orangtua yang dulu nampaknya tidak
kami gubris, sekarang menjadi penyadaran sendiri pada kami, saya merasakan
betapa ruginya kita ketika harus mencontek saat ujian, betapa bodohnya kita
melakukan pembodohan pada diri sendiri, teman dan Negara Indonesia ini.
Sungguh, inilah yang sampai sekarang menjadi keyakinan dalam diri saya, apapun
yang terjadi, itulah usaha maksimal yang saya lakukan. Saya tak pernah lagi
ingin mengotori semua proses yang telah saya jalani.
Demokrasi, ketika mendengar cerita
teman saya yang malu dan mempunyai perasaan tidak enak ketika harus menasehati
orangtua, saya dengan penuh syukur bahagia telah dilahirkan dan di didik untuk
memiliki persahabatan, membangun persahabatan atas nama keluarga. Ya, Ibu Bapak
adalah orangtua, saya, adik dan kakak adalah anak, tapi kami sahabat. Kami tak
pernah sungkan mengingatkan ketika memang apa yang dilakukan orangtua salah,
kami tak pernah malu ketika harus mengeluarkan pendapat kami mengenai suatu
permasalahan. Orangtua seringkali menceritakan kepada kami permasalahan yang
sedang terjadi. Tetapi ketika permasalahan itu memang besar, saya harus
berfikir cukup lama untuk mengambil tindakan, bagaimanapun mereka harus
dihargai, kelembutanlah yang akan menghantarkan pada pemecahan masalah yang
lebih baik, itu juga lah yang orangtua tanamkan pada kami.
Sosial, Berbagi dengan sesama.
Senang rasanya mendengarkan cerita Ibu yang telah bersedekah pada si A atau si
B atau si C , dengan menyisihkan hasil dagangannya atau dengan menyisihkan
pemberian dari Bapak ketika gajian atau saat apapun itu. Ibu selalu menceritakan
kebahagiaan dan kenyamanannya setelah berbagi dengan sesama. Pernah ku
tanyakan, kenapa sedekah kok di omong-omongin? Katanya, itu agar anak-anaknya
juga ringan tangan dalam memberi. Karena kita tak pernah hidup seorang diri.
Dan itu memang benar adanya. Kalau Bapak biasanya jarang bercerita, namun ia
memberikan uang itu kepada yang berhak menerima didepan kami. Itulah yang kami
tahu, memberi kepada sesama, meringankan beban sesama, membuat mereka tersenyum
penuh syukur. Pelajaran ini yang tak kami lupakan juga sampai sekarang, dalam
posisi apapun, entah itu lapang atau sempit, berbagi ya tetap berbagi. Apakah
dengan berbagi akan membuat kita miskin? Tidak. Apakah dengan berbagi akan
membuat senyum kita hilang karena telah mengurangi sejumlah yang kita miliki?
Tidak. Lantas? Malah sebaliknya. Ya, kita semua tahu itu. setelah berbagi
rasanya akan semakin bahagia, senyum akan terkembang lebih lebar, dan Allah memang
selalu benar, dengan berbagi maka kesehatan pun akan terjaga.
Masih banyak lagi nilai yang
ditanamkan orangtua pada saya, seperti disiplin, kerja keras, menjaga amanah,
menjaga kebersihan, mandiri, sederhana, dan dapat menentukan pilihan. Termasuk
keyakinan, kedua orangtua saya mengajarkan saya untuk dapat memposisikan diri
dengan apa yang akan saya lakukan, apakah sesuatu tersebut baik untuk saya atau
tidak. Selanjutnya, ketegasan dan keceriaan pun mereka ajarkan pada saya,
semuanya mereka ajarkan melalui aktifitas dan interaksi yang kami lakukan dalam
keseharian kami.
Yang terakhir pertanyaan tentang
nilai yang paling melekat yang paling menjadi karakter diri saya, saya rasa
semua nilai-nilai diatas telah tertanam dalam diri saya, meskipun terkadang kekhilafan
datang, sehingga melakukan sesuatu yang tidak sesuai nilai yang diajarkan,
namun akhirnya pun akan kembali menyadari mana yang baik dan mana yang buruk.
Namun yang sampai sekarang paling saya sukai karena itu selalu terlihat dalam
kehidupan siapapun, yaitu kejujuran. Tetapi, saya sering takut dengan hal ini,
saya takut terkadang mencari sebuah pembenaran untuk sebuah kata jujur. Jujur
tetaplah jujur. Kata Ibu, tidak ada kata berbohong walaupun untuk kebaikan.
Banyak rasanya yang menyanggah kalimat itu, namun aku masih yakin semua masih
dapat kita selesaikan dengan sebuah kejujuran.
10 Oktober 2013,
21:24