Aku mulai bertanya kepada teman-teman
yang berjilbab mengapa mereka melakukan hal itu. Jawabannya beragam.
“Karena berjilbab wajib. Kalau wajib tak
dikerjakan artinya dosa. Aku tak ingin pahala yang ku dapat selama hidupku
seperti ember bocor hanya karena tidak berjilbab.”
“Karena jibab membuatku berpikir ulang
untuk melakukan hal-hal yang tak baik dan membantuku lebih banyak mengingat
akhirat.”
“karena aku ingin menjadi ‘barang di etalase’
yang mahal. Bukan barang dijalanan yang bebas disentuh siapa saja.”
“Karena jilbab adalah bukti ketaatanku
kepada Allah.”
“Tak penting bagiku cantik di mata
manusia, tapi sungguh aku ingin cantik di mata Alah.”
“Aku menyadari tubuh wanita indah dan
bisa menarik laki-laki untuk melakukan kejahatan atau pelecehan. Aku tak ingin
dilecehkan. Aku ingin dihormati, dan karena itu, aku menghormati diriku sendiri
dengan pakaian ini ....”
“Aku ingin memberikan hadiah untuk
suamiku kelak ....”
“Banyak laki-laki yang rusak karena
wanita. Karena itu aku ingin menyelamatkan mereka, juga diriku sendiri. Bila
mata tak melihat, hati pun tak bernafsu.”
Jawaban
dari teman-temanku itu menjadi bahan renungan untukku aku iri sekaligus kagum
kepada teman-temanku yang sudah berjilbab. Iri karena jauh dari lubuk hatiku,
aku ingin juga seperti mereka. Kagum karena mereka rela menutupi kecantikan
mereka dengan jilbab itu, demi ketaatan dan cinta kepada
Sang Pencipta. Namun, hal tersebut hanya terlintas di benakku, aku mash acuh
dan menyibukkan diri dengan berbagai aktivitasku.
Dikutip
dari buku “Melukis Pelangi, Oki Setiana Dewi.”